- Gelar Gemar Siak Berzakat, Baznas Kabupaten Siak Berhasil Kumpulkan Rp 689.77 Juta
- Panglima TNI Terima Laporan Korps Kenaikan Pangkat 29 Perwira Tinggi TNI
- Peduli Sesama, TNI di Rokan Hulu Riau Bagi-Bagi Takjil Berbuka Puasa
- Bupati Bengkalis Serahkan LKPD Unaudited Tahun 2023 ke BPK RI Riau
- Safari Ramadhan, Bupati Rohil Salurkan Bantuan Operasional Masjid Mujahidin Sungai Nyamuk
- Ikhtiar Berzakat Terus Disosialisasikan, Bupati Alfedri Pimpin Gemar Siak Berzakat
- Panglima TNI Hadiri Rapat Koordinasi Lintas Sektoral Operasi Ketupat 2024
- TP PKK Kabupaten Siak dan BRK Syariah Salurkan 120 paket Sembako
- Ketua Umum Dharma Pertiwi Hadiri Pembukaan Jala Craft 2024
- Penuh Berkah, Pj Gubri dan Bupati Kasmarni Safari Ramadhan di Kecamatan Pinggir
- Soal Video Viral Mirip Sekda, Diskominfotiks Rohil Lakukan Koordinasi Dengan Kementrian Kominfo RI
- PM Jepang Lantik Tiga Perwira Remaja TNI Lulusan NDA
- Kisah Perjalanan-Spiritual Para Tokoh: Edisi Muslimah Muallaf Asal Filipina
- Polbeng Kembali Kirim Mahasiswa Kuliah di Jerman
- Panglima TNI Rotasi dan Mutasi 52 Perwira Tinggi TNI
- Sempena Safari Ramadhan 1445 H, PD Muhammadiyah Siak Kukuhkan Pengurus PCM Kandis
- Pimpin Bujang Kampung, Wabup Husni Merza Ingatkan Para Camat Pantau Harga Sembako di Pasaran
- Mantapkan Kualitas Jelang MTQ Riau, Kesra Bengkalis Lakukan Pembinaan Terpusat
- Safari Ramadhan di Selat Guntung, Bupati Siak Peringati Hari Lahir IPHI Kabupaten Siak
- Safari Ramadhan, Bupati Rohil Serahkan Bantuan Operasional 3 Rumah Ibadah dan Klaim BPJS
Peneliti Temukan Jenis Antibodi yang Cegah Infeksi Corona
(NIAID-RML via AP)
JAKARTA - Hasil penelitian di Belanda menemukan antibodi yang berhasil mencegah infeksi SARS di sel manusia, ternyata bisa memblokir infeksi virus corona SARS-CoV-2 penyebab penyakit Covid-19.
Studi dari Universitas Utrecht dan Erasmus Medical Center and Harbour BioMed (HBM) itu diharapkan bisa menjadi langkah awal untuk mengembangkan antibodi manusia yang bisa mengobati atau mencegah Covid-19.
Penelitian yang sudah melalui tahap peninjauan ulang ini (peer review) dipublikasikan pekan lalu di jurnal Nature Communication. Studi tersebut dites pada sel kultur manusia menggunakan koleksi antibodi yang dimiliki peneliti.
Para peneliti mengaku penelitian tersebut dibangun berdasarkan kerja yang dilakukan kelompok peneliti di masa lalu ketika meneliti antibodi akibat infeksi SARS-CoV berbeda yang muncul pada 2002/2003.
Dengan menggunakan kumpulan antibodi SARS-CoV, peneliti berhasil mengidentifikasi antibodi yang juga menetralkan infeksi SARS-CoV-2 dalam sel kultur.
"Antibodi penetralisasi seperti itu berpotensi mengubah arah infeksi pada inang yang terinfeksi, mendukung pembersihan virus, atau melindungi seorang individu yang tidak terinfeksi yang terpapar virus," kata Berend-Jan Bosch, pemimpin penelitian di Universitas Utrecht, melansir Science Daily.
Penelitian yang dipublikasikan dalam Nature Communications itu mencatat bahwa antibodi berikatan dengan domain yang dikonservasi dalam SARS-CoV dan SARS-CoV-2. Sehingga, antibodi monoklonal memiliki kemampuannya untuk menetralkan kedua virus itu.
"Fitur antibodi yang menetralkan silang ini sangat menarik dan menunjukkan kemungkinan memiliki potensi dalam mitigasi penyakit yang disebabkan oleh virus corona terkait yang muncul di masa depan," ujar Bosch.
Penulis utama studi dari Pusat Medis Erasmus, Frank Grosveld mengatakan penemuan tersebut memberikan dasar yang kuat untuk penelitian tambahan dalam mengkarakterisasi antibodi dan memulai pengembangan pengobatan Covid-19 yang potensial.
Terapi antibodi konvensional pertama kali dikembangkan pada hewan dan kemudian harus menjalani pekerjaan tambahan untuk 'memanusiakan' mereka. Antibodi dihasilkan dengan menggunakan teknologi transgenik H2L2 dari Harbour BioMed.
"Antibodi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 'sepenuhnya manusia', yang memungkinkan pengembangan berjalan lebih cepat dan mengurangi potensi efek samping terkait kekebalan," ujar Grosveld.
Sehingga, cara ini disebut berbeda dari antibodi terapeutik konvensional. Sebab pada cara konvensional antibodi tersebut biasanya dikembangkan pada spesies lain terlebih dulu sebelum diuji ke manusia, seperti dilaporkan Sky News.
Kepala Eksekutif HBM Jingsong Wang mengklaim temuan itu sebagai penelitian yang inovatif. Namun, dia menilai masih banyak pekerjaan yang diperlukan untuk menilai apakah antibodi itu dapat melindungi atau mengurangi keparahan penyakit pada manusia.
"Kami berharap dapat memajukan pengembangan antibodi dengan mitra. Kami percaya teknologi kami dapat berkontribusi untuk mengatasi kebutuhan kesehatan masyarakat yang paling mendesak ini dan kami mengejar beberapa jalan penelitian lain," kata Wang.
Ilustrasi. (CNNIndonesia/Safir Makki)
Melansir Nature, antibodi monoklonal yang menargetkan situs rentan pada protein permukaan virus semakin diakui sebagai obat yang menjanjikan terhadap penyakit menular dan telah menunjukkan kemanjuran.
Identifikasi antibodi penetral SARS-CoV-2, reaktivitas ELISA (silang) dinilai dari supernatan yang mengandung antibodi dari koleksi 51 hibrida SARS-S yang berasal dari tikus H2L2 transgenik yang diimunisasi yang mengkode imunoglobulin chimerik.
Empat dari 51 supernatan hibrid SARS-S menampilkan reaktivitas ELISA-lintas-reaktif dengan subunit SARS2-S1, di mana satu memamerkan aktivitas penetral-silang SARS-S dan SARS2- Infeksi VSV pseudotip
Netralisasi SARS-CoV dan SARS-CoV-2 yang otentik dilakukan menggunakan uji netralisasi pengurangan plak seperti dijelaskan sebelumnya, dengan beberapa modifikasi.
Pada kesimpulannya, penelitian itu merupakan laporan pertama dari antibodi monoklonal (manusia) yang menetralkan SARS-CoV-2. Antibodi itu akan berguna untuk pengembangan tes deteksi antigen dan tes serologis yang menargetkan SARS-CoV-2.
Antibodi netralisasi dapat mengubah arah infeksi pada host yang terinfeksi yang mendukung pembersihan virus atau melindungi host yang tidak terinfeksi yang terpapar virus.
Antibodi tersebut, baik sendiri atau dalam kombinasi diharapkan memberi potensi untuk mencegah dan atau mengobati Covid-19. Bahkan mungkin juga penyakit lain yang muncul di masa depan pada manusia yang disebabkan oleh virus dari subgenus Sarbecovirus.
(CNNIndonesia.com)