- Tutup TC Kafilah Bengkalis Peserta MTQ ke-42 Tingkat Provinsi Riau, Bupati Minta Kafilah Tetap Rutin Berlatih
- Meriahkan Pesta Demokrasi, Bupati Kasmarni Ajak Masyarakat Ke TPS
- Gelar Gemar Siak Berzakat, Baznas Kabupaten Siak Berhasil Kumpulkan Rp 689.77 Juta
- Panglima TNI Terima Laporan Korps Kenaikan Pangkat 29 Perwira Tinggi TNI
- Peduli Sesama, TNI di Rokan Hulu Riau Bagi-Bagi Takjil Berbuka Puasa
- Bupati Bengkalis Serahkan LKPD Unaudited Tahun 2023 ke BPK RI Riau
- Safari Ramadhan, Bupati Rohil Salurkan Bantuan Operasional Masjid Mujahidin Sungai Nyamuk
- Ikhtiar Berzakat Terus Disosialisasikan, Bupati Alfedri Pimpin Gemar Siak Berzakat
- Panglima TNI Hadiri Rapat Koordinasi Lintas Sektoral Operasi Ketupat 2024
- TP PKK Kabupaten Siak dan BRK Syariah Salurkan 120 paket Sembako
- Ketua Umum Dharma Pertiwi Hadiri Pembukaan Jala Craft 2024
- Penuh Berkah, Pj Gubri dan Bupati Kasmarni Safari Ramadhan di Kecamatan Pinggir
- Soal Video Viral Mirip Sekda, Diskominfotiks Rohil Lakukan Koordinasi Dengan Kementrian Kominfo RI
- PM Jepang Lantik Tiga Perwira Remaja TNI Lulusan NDA
- Kisah Perjalanan-Spiritual Para Tokoh: Edisi Muslimah Muallaf Asal Filipina
- Polbeng Kembali Kirim Mahasiswa Kuliah di Jerman
- Panglima TNI Rotasi dan Mutasi 52 Perwira Tinggi TNI
- Sempena Safari Ramadhan 1445 H, PD Muhammadiyah Siak Kukuhkan Pengurus PCM Kandis
- Pimpin Bujang Kampung, Wabup Husni Merza Ingatkan Para Camat Pantau Harga Sembako di Pasaran
- Mantapkan Kualitas Jelang MTQ Riau, Kesra Bengkalis Lakukan Pembinaan Terpusat
Kontroversi Prancis Terkait Larangan Berjilbab untuk Remaja
PARIS - Dugaan separatisme terhadap muslim yang berlangsung di Prancis kini semakin memanas tatkala pada 30 Maret 2021 lalu, senat negara mengajukan RUU yang akan melarang anak perempuan di bawah usia 18 tahun untuk mengenakan jilbab di ruang publik.
Bermaksud untuk menindak segala hal yang berbau keagamaan, pembahasan RUU tersebut justru mengundang kontroversi karena dianggap membelenggu hak-hak perempuan. Hal itu pun menjadi ramai di bahas melalui media sosial dengan banyak diantaranya mengunggah foto dan video sebagai bentuk protes terhadap keputusan pemerintah Prancis yang dinilai tidak adil.
Foto para wanita Iran. Sumber: Unsplash.com/Hasan Almasi
RUU yang saat ini sedang dibahas oleh senat adalah salah satu bagian dari sejumlah inisiatif dalam pemerintahan Presiden Emmanuel Macron yang berusaha untuk menindak segala hal berbentuk radikalisme Islam sejak Oktober lalu. Dalam pembahasannya, senat memberikan suara untuk mendukung larangan di ruang publik dari setiap tindakan keagamaan yang dinilai mencolok, termasuk cara berpakaian anak di bawah umur.
Rancangan RUU yang secara resmi berjudul "Memperkuat rasa hormat prinsip-prinsip Republik" itu, justru mengundang kecaman dari banyak pihak karena dinilai sengaja menjadikan warga muslim sebagai sasaran utama. Meskipun sebenarnya sudah ilegal bagi siswa untuk mengenakan jilbab di sekolah umum Prancis sejak 2004, tetapi amandemen tersebut nantinya akan semakin memperluas larangan hingga ke setiap aktivitas yang dilakukan di ruang publik, dilansir dari Middle East Eye.
RUU itu tentunya harus terlebih dahulu disetujui oleh Majelis Nasional negara sebelum resmi menjadi undang-undang. Namun bila sampai disahkan, tidak hanya larangan jilbab bagi anak di bawah usia saja yang akan berlaku, tetapi juga terdapat larangan yang akan mencegah perempuan muslim mengenakan burkini (pakaian renang seluruh badan) untuk dikenakan di kolam renang umum, serta mencegah ibu untuk berjilbab saat menemani anak-anak mereka dalam perjalanan ke sekolah.
2. Langgar hak-hak perempuan
Berita tentang amandemen terbaru RUU Prancis langsung memicu reaksi keras di media sosial. Banyak yang berpendapat bahwa melarang seorang perempuan mengenakan apa yang dia ingin kenakan adalah bentuk pelanggaran terhadap hak pilih seseorang dan juga upaya lain untuk 'mengatur' tubuh perempuan.
Berbagai tokoh publik dan influencer pun saling berkontribusi dalam menyuarakan pendapat dan menunjukkan solidaritasnya melalui slogan "Hands off my hijab" yang menjadi viral.
Seorang influencer mode Prancis-Maroko Hanan Houachmi, yang tinggal di Dubai, ikut memberikan komentarnya terkait RUU tersebut kepada media The National. Ia tidak bisa memahami bagaimana keputusan seperti itu bisa dibuat pada era modern, terlebih di negara maju. Menurutnya, daripada membantu minoritas berasimilasi di Prancis, RUU separatisme malah bisa mendorong orang untuk menarik diri lebih dalam ke komunitas mereka.
“Jika mereka Muslim, di bawah usia 18 tahun dan ingin berjilbab, mereka akan dianggap sebagai penjahat dan akan melakukan kejahatan, "katanya. “Ini akan mengguncang kepercayaan diri dan harga diri mereka. Sulit untuk menjadi seorang Muslim, menjadi seorang Arab, menjadi minoritas, dan semua tekanan dari masyarakat itu banyak dibawa-bawa saat remaja. Saya merasa gadis-gadis muda ini tidak akan menemukan ruang untuk hidup dalam masyarakat, dan itu sangat menakutkan."
3. Bertentangan dengan semboyan negara
Para kritikus berasumsi bahwa RUU baru nantinya malah akan mendorong sentimen anti-muslim menjadi lebih luas di negara Prancis. RUU tersebut juga dianggap bertengtangan dengan semboyan negara “liberté, égalité, fraternité” (kebebasan, keadilan, persaudaraan) karena terlihat sangat jelas menargetkan komunitas tertentu.
Cara pandang Prancis secara berlebih terhadap busana perempuan muslim telah berlangsung sejak lama. Prancis bahkan menjadi yang pertama di Eropa yang secara nasional melarang penggunaan cadar di dalam negeri. Keputusan itu kemudian berlanjut dan tersebar ke beberapa negara lainnya, termasuk larangan burka yang baru-baru ini terjadi di Swiss.
(sumber: idntimes.com)