- Bupati Bengkalis Hadiri HUT Kota Dumai
- STIE Syari'ah Bengkalis Jalin Kerjasama dengan Fatoni University Thailan
- Anggota Koramil 0321-05/RM Goro Bangun Rumah Warga Binaan
- Segini Jumlah Beras untuk Makan Siang Gratis Prabowo
- Ini 5 Pernyataan Ganjar-Mahfud Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran sebagai Presiden-Wapres Terpilih
- Hadiri Peringatan Hari Otda Ke-28, Wabup: Spirit Komitmen Berkelanjutan Bangun Daerah
- Anggota Koramil 0321-05/RM dan MPA Kembali Patroli Karhutla di Pematang Sikek
- Panglima TNI Hadiri Halal Bihalal PP Muhammadiyah di UMJ
- Kemenag Larang Seremoni Keberangkatan Haji Lebih dari 30 Menit, Berikut Ketentuannya
- Ini Formasi CPNS dan PPPK 2024 di 7 Kementerian
- Mantap, 8 Cabang Lomba MTQ Riau Peserta Siak Masuk Final
- Dewan Kehormatan Minta Ketum PWI Terima Sanksi Dugaan Penyalahgunaan Dana CSR BUMN
- Final MTQ ke-42 Provinsi Riau, Fahmil Putra Bengkalis Raih Juara 1
- Diduga Cemari Lingkungan, Sidak Komisi IV DPRD Pekanbaru ke PT Sumatera Kemasindo Diwarnai Penolakan
- Bupati Kasmarni Minta Kepala Sekolah Fokus dan Optimalkan Kinerja
- Dianggap Tak Guna, Pemerintah Diminta Segera Hapus DMO CPO
- Bukan RI-Vietnam, Ramai Pabrik Pindah dari China ke Negara ASEAN Ini
- Fahmil Putra Bengkalis Melaju Babak Final MTQ Riau di Dumai
- Bupati Alfedri Hadiri Pelepasan Siswa SMK Yamato Tualang
- Dolar Masih di Atas Rp16.200, Siap-Siap Harga Laptop-AC Beterbangan
KPK Telusuri 11 Perusahaan Sawit ‘Selewengkan’ Program Biofuel Senilai Rp5,7 T
ist.
Pekanbaru, KABARMELAYU.com - Sejumlah perusahaan sawit skala besar mendapat subsidi dari pemerintah sebagai timbal balik atas penjualan minyak kelapa sawit untuk campuran solar alias biodiesel.
Perusahaan itu, adalah PT Wilmar Bionergi Indonesia, PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Musim Mas Grup, PT Eterindo Wahanatama, PT Anugerahinti Gemanusa, PT Darmex Biofuels, PT Pelita Agung Agrindustri, PT Primanusa Palma Energi, PT Ciliandra Perkasa, PT Cemerlang Energi Perkasa, dan PT Energi Baharu Lestari.
Dana subsidi itu diberikan kepada puluhan perusahaan tersebut dari pemerintah, lantaran jatuhnya harga minyak sawit beberapa tahun lalu membuat pemerintah melakukan intervensi.
Deputi Menko Perekonomian Bidang Pangan dan Agribisnis, Musdalifah Machmud pernah menyatakan, "Pemerintah Percaya bahwa turunnya harga, karena suplai berlebih, jadi kita harus konsumsi di dalam negeri lebih besar," ulasnya.
Biaya produksi biodiesel di atas daya beli masyarakat dan untuk mengatasi selisih biaya produksi serta harga jual ke khalayak umum, maka pemerintah sepakat menyiapkan subsidi.
Musdalifah menolak langkah itu disebut subsidi, namun merupakan insentif, karena "yang menggunakan manfaat biodiesel yang notabene ramah lingkungan adalah konsumen".
Sejak 2015, perusahaan yang melakukan ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) wajib menyetorkan pungutan ke pemerintah. Dana subsidi diperoleh dari pungutan ini sebesar US$50 per satu ton minyak sawit.
Melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 113/PMK.01/2015 tanggal 11 juni 2015.
Badan ini diamanatkan melaksanakan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan yakni menghimpun dana dari pelaku usaha perkebunan atau lebih dikenal dengan CPO Suppoting Fund (CSF) yang akan digunakan sebagai pendukung program pengembangan kelapa sawit yang berkelanjutan.
Mengacu pada besaran tersebut, maka BPDPKS harus mengalirkan dana subsidi Rp5,7 triliun untuk kebutuhan insentif biodiesel selama periode kelima yakni November 201 - April 2018. Namun sayangnya, KPK menemukan pengendalian pungutan ekspor kelapa sawit yang belum efektif, karena tak ada verifikasi yang baik.
"Perluasan penggunaan dana tersebut, terutama untuk pemanfaatan bahan bakar nabati. Jelas tidak sesuai dengan ketentuan Undang Undang Perkebunan," sebut juru bicara KPK, Febri Diansyah pada awak media belum lama ini.
Kajian KPK tentang Pengelolaan Kelapa Sawit mencatat terdapat 11 perusahaan yang memperoleh dana subsidi untuk program biofuel periode Agustus 2015-April 2016.
Perusahaan itu adalah PT Wilmar Biopengendalian pungutan ekspor kelapa sawit yang belum efektif, karena tak ada verifikasi yang baik PT Bioenergi Indonesia, PT Wilmar Nabati Indonesia, Musim Mas Grup, PT Eterindo Wahanatama, PT Anugerahinti Gemanusa, PT Darmex Biofuels, PT Pelita Agung Agrindustri, PT Primanusa Palma Energi, PT Ciliandra Perkasa, PT Cemerlang Energi Perkasa, dan PT Energi Baharu Lestari.
"Parahnya, subsidi ini salah sasaran dengan tiga grup usaha perkebunan mendapatkan 81,7% dari Rp3,25 triliun alokasi dana," kata Febri.
Dana pungutan terbesar diterima oleh PT Wilmar Nabati Indonesia yakni Rp1,02 triliun atau 31% dari total Rp3,2 triliun, sementara biofuel yang diproses oleh perusahaan itu mencapai 330.139.061 liter.
Terkait dugaan penyalagunaan dana subsidi pemerintah tersebut, membuat aktivis Badan Pekerja Nasional Investigation Corruption Indonesian (BPN-ICI) H Darmawi Z Aris, SE angkat bicara dan menuding pemerintah tengah lengah dan memanjakan puluhan perusahaan tersebut yang dinilai tidak layak menjadi salah satu penggerak ekonomi bisnis di Indonesia.
"Saya kecewa berat kepada pemerintah terkait hal ini, sebab kebijakan yang dikeluarkan dinilai telah menyakiti hati masyarakat terutama masyarakat miskin di Indonesia," kata Darmawi saat dihubung lewat ponselnya Minggu (06/05/18) siang.
Darmawi juga menyebutkan, keteledoran pemerintah memberikan subsidi tunai kepada perusahaan yang berskala Nasional, adalah kebijakan yang dinilai telah mengabaikan Prinsip Ekonomi bisnis di Indonesia.
"Apalagi, uang yang digelontorkan negara lumayan besar, dan mencapai Rp5,7 triliun. Dana tersebut seharusnya lebih layak diberikan kepada masyarakat yang berpenghasilan rendah, atau melalui peningkatan perenomian masyarakat miskin atau pembangunan infrastruktur di desa untuk pembagunan jalan dan sekolah atau pun fasilitas sosial lainnya," pungkas Darmawi.
Terpisah, beberapa perusahaan tersebut belum bisa dikonfirmasikan terkait dugaan penyelewengan dana tersebut, khususnya beberapa perusahaan yang bercokol di Riau, seperti PT Wilmar Bionergi Indonesia, PT Wilmar Nabati Indonesia, Musim Mas Grup, PT Primanusa Palma Energi, PT Ciliandra Perkasa.
Manajer PT Musim Mas wilayah Riau sendiri terkait tudingan tersebut hingga saat ini belum bersedia memberikan komentarnya hingga kini, meski dihubungi dan pesan singkat yang dikirimkan ke ponselnya beberapa kali.
Sementara Komisaris Wilmar Indonesia MP Tumanggor tidak setuju disebutkan pihaknya telah menyalagunakan dana tersebut dengan tidak tepat sasaran, dengan alasan subsidi yang didapat tetap berdasarkan jumlah penjualan produk turunan minyak sawit yang digunakan sebagai campuran solar (fatty acid methyl este–FAME) ke PT Pertamina (Persero).
Menurutnya, PT Wilmar mendapat bayaran sejumlah FAME yang dijual ke BPDPKS. Bahkan bisa terjadi nilai dana pungutan yang dibayarkan ke BPDP lebih besar dari dana yang didapatkan dari penjualan Fame ke Pertamina.
"Itu tidak benar, bayaran subsidi yang kami dapat tetap berdasarkan jumlah penjualan produk turunan minyak sawit yang digunakan sebagai campuran solar (fatty acid methyl este-FAME) ke PT Pertamina (Persero). PT Wilmar mendapat bayaran sejumlah Fame yang dijual ke BPDPKS dan bahkan nilai pungutan yang dibayarkan ke BPDPKS lebih besar dari dana yang didapatkan penjulan Fame ke pertamina," ujar MP Tumanggor melalui humas PT Wilma Dumai Marwan. (ars)